Tahun
Hingga
Produk
Buku Individu (17)
Buku Lintas Tim (169)
Buku Tim (550)
Hasil Diskusi (56)
Hasil Penelitian (1)
Info Singkat (1148)
Jurnal Aspirasi (177)
Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik (180)
Jurnal Kajian (210)
Jurnal Negara Hukum (171)
Jurnal Politica (148)
Parliamentary Review (100)
Menemukan 210 data.
Image

Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menyepakati pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak selanjutnya adalah pada 2024. Agar kebijakan politik bagi pilkada yang akan datang dapat demokratis, maka diperlukan pembelajaran dari evaluasi pelaksanaan pilkada serentak 2020. Tulisan ini membahas bagaimana kelemahan-kelemahan yang masih ada pada pilkada serentak 2020. Kajian ini bertujuan untuk memberikan rekomendasi bagi DPR RI dan pemerintah agar kesalahan-kesalahan yang ada pada pilkada serentak 2020 tidak terulang lagi pada pilkada selanjutnya. Penelitian dalam kajian ini menggunakan metode kualitatif dengan pengumpulan data melalui studi pustaka. Dari kajian ini ditemukan bahwa masalah yang terjadi antara lain terkait adanya politik dinasti, money politics, netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN), politik identitas terkait Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA), regulasi birokratis pencalonan yang mengakibatkan adanya fenomena “kotak kosong” dan profesionalisme penyelenggara pilkada. Maka dari itu, kebijakan politik bagi revisi undang-undang kepemiluan hendaknya mengakomodasi muatanmuatan yang dapat mengatasi permasalahan tersebut agar pilkada dapat lebih terwujud secara demokratis. Kata kunci: pilkada; pilkada serentak 2020; pemilu; kebijakan politik.... (Aryojati Ardipandanto, S.IP.)

Jurnal Kajian, Vol. 26, No. 1, Maret 2021

2021
Maret
Jurnal Kajian
Image

Covid 19 merupakan penyakit baru yang memiliki tingkat penularan relatif cepat dan tingkat kematian yang tinggi. Pandemi ini telah mengubah perilaku masyarakat dalam bertransaksi secara nontunai agar mengurangi resiko terinfeksi virus corona. Perubahan tersebut menarik untuk dikaji, tujuan penulisan ini adalah agar dapat diketahui bagaimana perkembangan e-money di Indonesia, penggunaan uang elektronik sebagai mode baru konsumtif masyarakat kelas menengah, penggunaan uang elektronik pada masa pandemi covid-19 dengan melihat model the adaptive shopper serta tantangan yang akan dihadapi ke depannya. Cashless society sudah disosialisasikan kepada masyarakat sebelum pandemi covid-19 muncul. Pada tanggal 14 Agustus 2014, dicanangkan Gerakan Nasional Nontunai (GNNT) yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan pelaku bisnis untuk menggunakan pembayaran nontunai dalam transaksi keuangan. Cashless society semakin marak pada masa pandemi ini, ditandai dengan meningkatnya nilai transaksi e-money mencapai 59% selama periode Januari-Juli 2020. Perubahan perilaku konsumen di masa pandemi, dari yang melakukan pembelian secara fisik menjadi online, menyebabkan penjualan online semakin meningkat. Tentu saja hal tersebut berdampak pula pada penggunaan transaksi, yang sebelumnya menggunakan uang tunai, kini lazim memanfaatkan e-money. Kemudahan dan keamanan yang ada pada transaksi menggunakan e-money dapat menjadi bahan pertimbangan penting bagi masyarakat dalam memilih e-money sebagai suatu alat pembayaran. Beberapa kendala meliputi kegiatan transaksi nontunai, salah satunya faktor sosial dan budaya serta faktor ketersediaan infrastruktur. Dalam hal ini antara pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat masing-masing harus turut andil dalam mensosialisasikan cashless society. Pemerintah dengan terus melakukan perkembangan sistem maupun aturan sebagai payung hukum dari uang elektronik itu sendiri, selian itu menyediakan sarana penunjang yang merata di seluruh daerah dan tidak terfokus di kota-kota besar saja. Kata Kunci: transaksi elektronik; uang elektronik; cashless society; Covid-19.... (Edmira Rivani, S.Si., M.Stat.,Eddo Rio)

Jurnal Kajian, Vol. 26, No. 1, Maret 2021

2021
Maret
Jurnal Kajian
Image

Keberadaan tanah yang ditelantarkan oleh pemilik tanah masih sangat masif sampai sekarang. Tanah merupakan benda berharga untuk dimiliki. Keefektifan hukum sangat diperlukan dalam penertiban tanah terlantar. Berdasarkan kondisi tersebut, fokus permasalahan dari tulisan ini adalah bagaimana efektifitas pengaturan penertiban tanah terlantar. Artikel ini merupakan hasil penelitian yuridis normatif yang dianalisa menggunakan teori efektifitas hukum. Pengaturan tanah terlantar tersebut menunjukkan adanya ketidakefektifan pada faktor hukum (undang-undang) dan faktor pelaksana penertiban tanah terlantar. Tahapan identifikasi dan penelitian merupakan tahapan yang paling sering terjadi kesalahan bahkan tidak dilakukan oleh pihak yang berwenang untuk melaksanakan penertiban tanah terlantar. Oleh karena itu, semua tahapan penertiban tanah terlantar berdasar UUPA, PP No 11 Tahun 2010 dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 4 Tahun 2010 harus benar-benar dilaksanakan secara hati-hati agar tidak ada lagi tanah terlantar. Kata Kunci: tanah terlantar; efektifitas hukum; penertiban tanah terlantar; pelaksana penertiban tanah terlantar.... (Harris Yonatan Parmahan Sibuea, S.H., M.Kn.)

Jurnal Kajian, Vol. 26, No. 1, Maret 2021

2021
Maret
Jurnal Kajian
Image

Salah satu aspek dari sistem pemilu yang berkaitan erat dengan kedaulatan rakyat adalah mengenai surat suara yang digunakan dalam Pemilu 2024. Melalui metode penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan konstruktif interpretivis, tulisan ini mencoba untuk mengungkapkan substansi dari beberapa perubahan dan tujuan surat suara pemilih yang digunakan dan memiliki kontribusi bagi legitimasi pemilu. Artikel ini berusaha menunjukkan bahwa penggunaan surat suara bukan hanya bersifat administrasi pemilu semata, tetapi juga menjadi bahan bagi bangunan legitimasi pemilu yang bermakna penting secara politik. Berdasarkan pendekatan rekonstruktif interpretivis terhadap rumusan masalahnya, direkomendasikan agar substansi surat suara legitimasi pemilu diarahkan pada akurasi pilihan pemilih terhadap para kandidat dan partai-partai yang bersaing. Ini memerlukan ada komitmen dari DPR dan pemerintah terhadap dukungan sumber daya penyelenggara pemilu, agar mampu mengawal dan mengadakan desain surat suara secara akuntabel Kata Kunci: surat suara; legitimasi pemilu; kedaulatan rakyat; penyelenggara pemilu.... (Drs. Prayudi, M.Si.)

Jurnal Kajian, Vol. 26, No. 2, Juni 2021

2021
Juni
Jurnal Kajian
Image

Evidence-based policy (kebijakan berbasis bukti) semakin mengemuka dan memperoleh perhatian belakangan setelah banyak UU digugat oleh masyarakat sipil, terutama kelompok kepentingan, dan ajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk dikaji secara juridis. Kasus-kasus judicial review UU yang baru saja disahkan DPR dan Pemerintah yang meningkat ini membuat kebijakan berbasis bukti dalam penyusunan UU sebagai sebuah proses kebijakan publik menjadi penting bagi politisi seperti halnya bagi akademisi di kampus-kampus. Persoalannya tidak hanya menyangkut teknik perancangan UU, tetapi lebih luas lagi berhubungan dengan penelitian empirik yang dibutuhkan dalam menyiapkan Naskah Akademik dan substansi yang harus diatur dalam UU. Terkait dengan penyusunan UU Pemindahan Ibukota Negara ini, kebijakan berbasis bukti sangat diperlukan dalam membahas kelaikan ibukota baru Indonesia di Provinsi Kalimantan Timur ditinjau dari perspektif pertahanan, keamanan, politik, pemerintahan dan hubungan luar negeri. Penelitian dilakukan secara lintas-disiplin dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Pengumpulan data dilaksanakan dengan melakukan wawancara mendalam dan diskusi kelompok yang terbatas, serta kunjungan langsung ke lapangan, baik di ibukota lama Jakarta maupun baru Kalimantan Timur. Temuan memperlihatkan pentingnya kebijakan berbasis bukti diadopsi sebelum proses pemindahan ibukota dilakukan, agar masalah yang bersumber dari perkembangan lingkungan strategis terkini yang mungkin dihadapi di ibukota negara yang baru itu dapat segera direspon. Dengan riset ini diharapkan pemindahan ibukota negara dapat mencapai tujuannya, dan bukan memindahkan dan menciptakan masalah baru. Hasil penelitian ini merekomendasikan perlunya dilakukan pembahasan yang komprehensif dan mendalam atas hasil riset dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan terkait. Kata kunci: pemindahan ibukota; ibukota baru; kebijakan berbasis bukti; Jakarta; Kalimantan Timur... (Poltak Partogi Nainggolan,Riris Katarina)

Jurnal Kajian, Vol. 26, No. 2, Juni 2021

2021
Juni
Jurnal Kajian
Image

Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) masih menjadi masalah di Indonesia. Hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 yang dimuat dalam Profil Kesehatan Ibu dan Anak Tahun 2020 menunjukkan AKI sebesar 305 per 100.000 kelahiran hidup, masih jauh dari target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals sebesar 70 per 100.000 kelahiran hidup. Berbagai upaya dilakukan pemerintah, namun AKI belum turun secara signifikan. Dari sisi regulasi selama ini hak kesehatan reproduksi telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan). Oleh karena itu, permasalahan dalam tulisan ini adalah: bagaimana pengaturan tentang kesehatan reproduksi dalam UU Kesehatan dan mengapa ketentuan tentang hak kesehatan reproduksi dalam UU Kesehatan perlu direvisi agar dapat mendukung upaya penurunan AKI? Hasil analisis yang dilakukan melalui studi literatur menunjukkan bahwa pengaturan tentang hak kesehatan reproduksi dalam UU Kesehatan belum memadai karena belum mencakup pemeriksaan kesehatan antenatal yang sangat diperlukan oleh ibu hamil. Oleh karena itu UU Kesehatan harus direvisi, dengan memasukkan hak pemeriksaan kesehatan antenatal sebagai bagian dari pelayanan kesehatan reproduksi kepada ibu hamil. Revisi UU Kesehatan sangat penting karena: (1) UU Kesehatan belum mengatur mengenai hak pemeriksaan kesehatan antenatal bagi ibu hamil; (2) negara wajib menjamin hak kesehatan reproduksi sebagai bagian dari hak asasi manusia; (3) AKI di Indonesia masih tinggi, sementara berbagai upaya penurunan AKI yang dilakukan hingga saat ini belum dapat memenuhi target penurunan AKI. Untuk mempercepat upaya penurunan AKI, pengaturan tentang hak pemeriksaan kesehatan antenatal bagi ibu hamil perlu diakomodasi ke dalam UU Kesehatan. Oleh karena itu, perlu dilakukan revisi terhadap UU Kesehatan sehingga hak pemeriksaan kesehatan antenatal bagi ibu hamil dapat diakomodasi dalam undang-undang tersebut. Kata kunci: kesehatan reproduksi, angka kematian ibu, Undang-Undang tentang Kesehatan... (Sali Susiana, S.Sos, M.Si.)

Jurnal Kajian, Vol. 26, No. 2, Juni 2021

2021
Juni
Jurnal Kajian
Image

Dalam rangka melakukan pengendalian ekspor impor terhadap barang yang diduga sebagai pelanggaran hak kekayaan intelektual (HKI), pemegang hak dapat melakukan upaya pencegahan melalui sistem perekaman yang dilakukan di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Sistem perekaman HKI adalah suatu sistem menggunakan instrumen digital untuk dapat melakukan pengendalian adanya dugaan barang impor hasil pelangaran HKI. Artikel menggunakan metode penelitian yuridis empiris, membahas pelaksanaan sistem perekaman dan kendala di dalamnya. Analisa permasalahan menggunakan teori pelindungan hukum. Dalam pembahasan disebutkan bahwa sistem perekaman dinilai dapat memberikan kontribusi pelindungan HKI dari serbuan barang impor. Melalui sistem perekaman, DJBC akan memiliki cukup data mengenai HKI sehingga akan membantu tugas DJBC dalam mengendalikan ekspor impor barang-barang hasil pelanggaran HKI. Tindakan ini dinilai cukup efektif guna menekan tingginya akan pemalsuan HKI. Sayangnya meskipun dinilai penting, mekanisme sistem perekaman masih mengalami kendala, di antaranya minimnya kesadaran pemegang hak untuk mendaftarkan HKI, belum terintegrasinya sistem, minimnya pengetahuan petugas bea cukai, ketidaksinkronan aturan. Kata Kunci: HKI; pelanggaran HKI; recordation system; pelindungan... (Trias Palupi Kurnianingrum, S.H., M.H.)

Jurnal Kajian, Vol. 26, No. 2, Juni 2021

2021
Juni
Jurnal Kajian
Image

Perbankan syariah telah memiliki kinerja yang sangat baik. Bahkan di saat krisis akibat pandemi Covid-19, perbankan syariah masih memiliki kinerja yang positif. Namun demikian, perbankan syariah masih memiliki tantangan seperti penguatan struktur dan daya saing, layanan digital ketimpangan literasi dan inklusi keuangan, hingga transformasi pengaturan dan pengawasan. Salah satu upaya untuk meningkatkan daya saing perbankan syariah yaitu melakukan pemisahan Unit Usaha Syariah (UUS) pada bank induk konvensional menjadi Bank Usaha Syariah (BUS) dengan badan usaha tersendiri. Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, telah mengamanatkan Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS melakukan pemisahan UUS tersebut menjadi BUS setelah nilai aset UUS telah mencapai paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari total nilai aset bank induknya atau 15 (lima belas) tahun sejak berlakunya Undang-Undang tersebut yakni di tahun 2023. Pemisahan ini bertujuan agar kinerja bank syariah menjadi lebih baik, lebih independen dalam menerapkan prinsip syariah, dan mudah dalam menggandeng investor atau melakukan go public untuk pengembangan bisnis syariah. Artikel ini bertujuan untuk melihat kebijakan apakah yang sebaiknya diambil oleh pemerintah dalam menyiapkan implementasi pemisahan UUS menjadi BUS. Metode penelitian yang digunakan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan menggunakan data sekunder yang bersumber dari berbagai referensi terkait spin-off bank syariah, baik melalui buku-buku tentang perbankan syariah, jurnal, peraturan perundangan yang berlaku, bahan webinar dan media lainnya. Pemisahan UUS menjadi BUS dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain: pertama, memberikan pernyertaan modal murni dari induk perusahaan. Kedua, bank induk melakukan konversi suatu bank kemudian mengalihkan aset UUS yang dimilikinya untuk menjadi BUS. Ketiga, menyatukan beberapa UUS menjadi BUS. Keempat, mengakuisisi aset UUS oleh BUS yang sudah ada. Keempat cara tersebut dapat dipilih dengan menyesuaikan pada kondisi masing-maing bank induk serta UUS yang dimilikinya. Kata Kunci: perbankan syariah; pemisahan; unit usaha syariah; bank umum syariah; bank umum konvensional... (Nidya Waras Sayekti, S.E., M.M.,Sony Hendra Permana, S.E., M.S.E.)

Jurnal Kajian, Vol. 26, No. 2, Juni 2021

2021
Juni
Jurnal Kajian
Image

Pemilu tahun 2019 sudah terlewati, tetapi pelaksanaannya menyisakan permasalahan, khususnya kampanye hitam yang beredar di media sosial. Media sosial saat ini sudah mengalami perubahan pemanfaatannya, salah satunya yaitu sebagai tempat melakukan kegiatan politik (kampanye). Aturan mengenai kampanye hitam berada pada berbagai peraturan perundang-undangan. Walaupun sudah ada aturan, akan tetapi masih banyak kampanye hitam di media sosial. Permasalahan dalam tulisan ini yaitu, apa saja faktor yang mempengaruhi penegakan hukum kampanye hitam di media sosial dan bagaimana upaya penanggulangan kampanye hitam di media sosial. Faktor yang mempengaruhi penegakan hukum kampanye hitam di media sosial yaitu, faktor peraturan undang-undang UU No 7 Tahun 2017 yang belum mengatur secara jelas dan tegas tentang kampanye hitam, penegak hukum yang kurang personil dan keahlian dalam penegakan hukum kampanye hitam, sarana dan fasilitas yang terbatas, masyarakat yang sudah terbiasa dengan kampanye hitam, dan kebudayaan masyarakat yang belum memahami secara pasti mengenai media sosial. Upaya penanggulangan dapat dilakukan dengan preventif dengan literasi media, kerja sama antar lembaga, dan aplikasi pendeteksi dini konten negatif. Selain itu upaya represif dilakukan dengan penegakan hukum dan pentupan akun atau situs yang melakukan kampanye hitam. UU No. 7 Tahun 2017 perlu direvisi dengan mengatur secara jelas dan tegas tentang kampanye hitam, memperkuat penegak hukum dilakukan dengan pendidikan dan pelatihan, penambahan anggaran bagi unit cyber crime Polri perlu ditambah untuk fasilitas dan sarana, selain itu literasi media perlu dilakukan dilakukan sejak usia dini. Kata Kunci: kampanye hitam; media sosial; penegakan hukum... (Denico Doly, S.H., M.Kn.)

Jurnal Kajian, Vol. 25, No. 1, Maret 2020

2020
Maret
Jurnal Kajian
Image

Penerapan kuota 30% tetap tidak membuat keterwakilan perempuan di parlemen menembus representasi 30% padahal ambang batas parlemen mengalami kenaikan menjadi 4% dan partai politik juga mengikuti aturan kuota dan sistem zipper. Isu tentang keterwakilan perempuan menjadi sangat penting karena banyak kebijakan yang dinilai tidak pro terhadap perempuan seperti RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan masih banyak lagi padahal meskipun belum mencapai kuota tetapi tahun ini representasi perempuan mengalami kenaikan. Perlu adanya perhatian khusus terhadap masalah representasi perempuan di politik. Khofifah Indar Parawansa dalam tulisannya tentang hambatan terhadap partisipasi politik perempuan di Indonesia menjelaskan bagaimana budaya, proses seleksi partai politik, media, jaringan organisasi yang mempengaruhi keterwakilan perempuan di politik. Ani Widyani Soetjipto juga mendefinisikan secara umum affirmative action sebagai tindakan pro-aktif untuk menghilangkan perlakuan diskriminasi terhadap satu kelompok sosial yang masih terbelakang. Penelitian ini mengambil data dari penelitian-penelitian sebelumnya dan juga data yang diolah oleh penulis. Untuk menjawab pertanyaan penelitian, penelitian ini juga menggunakan metode wawancara kepada anggota DPR RI Perempuan agar memberikan gambaran tentang apakah mereka mengalami ketidakadilan pada proses kampanye dan apa dampak terhadap perempuan secara umumnya dari posisi mereka sebagai anggota dewan. Pada akhirnya pertanyaan penelitian yang akan muncul adalah mengapa dengan adanya aturan yang di berlakukan tetapi keterwakilan perempuan masih belum mencapai target dan permasalahan kedua dalam penelitian ini adalah apa peranan anggota legislatif perempuan terhadap kebijakan-kebijakan yang pro terhadap isu perempuan dan pertanyaan terakhir apakah ada dampak dari representasi mereka di pemerintahan. Hasil penelitian menunjukkan meskipun ada kenaikan dalam representasi perempuan di politik tetapi dampak yang signifikan terhadap kebijakan-kebijakan yang pro terhadap perempuan belum terlalu kelihatan terutama para perempuan-perempuan ini belum banyak yang menempati posisi-posisi pimpinan. Partai politik juga memegang peranan yang sangat penting dalam hal menjaring kader perempuan yang berkualitas agar nantinya bisa memberikan perubahan besar untuk isu-isu perempuan. Tujuan penelitian untuk memberikan masukan dan rekomendasi bagi para anggota DPR RI, khususnya alat kelengkapan dewan terkait terutama Komisi VIII dan juga Komisi IX mengenai isu-isu penting yang di hadapi perempuan seperti kesehatan dan ketenagakerjaan. Kata Kunci: kuota 30%; sistem zipper; kebijakan pro perempuan; gender; anggota DPR perempuan; komisi VIII; komisi IX... ()

Jurnal Kajian, Vol. 25, No. 1, Maret 2020

2020
Maret
Jurnal Kajian
Lupa Password
Silakan masukan alamat E-mail Anda. Kami akan mengirimkan password baru ke E-mail tersebut
Email
Set Ulang Sandi berhasil
Kata sandi telah berhasil dikirim ke alamat E-mail Anda.